Di postingan yang lalu, aku galau kemarau gara-gara pewarna Carmine/carminic acid/CL 75470 menurut Muslim Consumer Group, dinyatakan haram karena berasal dari serangga Cochineal.
Tapi, pertanyaan mengenai kehalalan Carmine Red muncul lagi setelah aku beli salah satu produk kosmetik yang telah halal certified dari MUI, tapi mengandung zat pewarna serangga tsb.
Nah, jadinya pewarna serangga itu halal or haram??
Ternyata, hukum penggunaan pewarna serangga memang ada 2 pendapat, menghalalkan & mengharamkan.
Ini penjelasannya:
Pandangan Ulama tentang Zat Pewarna Serangga
YANG MENGAHRAMKAN:
Di kalangan ahli fikih, ada yang
membolehkan dan mengharamkan penggunaan serangga sebagai bahan pewarna
termasuk untuk kosmetik. Mazhab Syafi’i termasuk yang mengharamkan
pemanfaatan serangga untuk bahan konsumsi.
Zat pewarna yang diambil dan dibuat
dari yang haram, maka hukumnya haram pula. Berarti produk pangan,
obat-obatan, dan kosmetik yang menggunakan zat pewarna dari Cochineal
haram dikonsumsi umat.
Abu Hanifah memiliki pandangan yang
sama dengan Imam Syafi’i berkenaan dengan serangga. Menurut mereka,
serangga hukumnya haram karena termasuk khabaits, yaitu hewan yang
menjijikkan. Dalilnya, “… Dan Ia (Rasulullah) mengharamkan yang khabait
satau menjijikkan.’’ (QS al-Araf: 157)
YANG MENGHALALKAN:
Pendapat imam mazhab lain dalam kitab
fikih menyatakan, serangga itu disebut hasyarat. Binatang dibagi menjadi
dua kategori, yaitu ada yang darahnya mengalir ( Laha damun sailun),
dan yang tidak mengalir (Laisa laha damun sailun). Menurutnya,
serangga yang darahnya mengalir, maka bangkainya adalah najis. Sedangkan
yang darahnya tidak mengalir, bangkainya dinyatakan suci. Imam Malik,
Ibn Layla, dan Auza’i memiliki pendapat yang sama bahwa serangga itu
halal selama tidak membahayakan.
Cochineal termasuk jenis serangga yang
aman dan tidak membahayakan. Oleh karenanya, zat pewarna yang dihasilkan
Cochineal hukumnya halal sehingga dapat dipergunakan untuk pewarna
produk konsumsi. Dan cochineal termasuk serangga yang darahnya tidak mengalir. Dengan demikian, pemanfaatan serangga
Cochineal tersebut jelas tidak ada masalah.
PANDANGAN MUI
Komisi Fatwa Majlis Ulama Indonesia
(MUI) pada sidang 4 Mei 2011 yang lalu telah membahas rancangan
ketetapan hukum zat pewarna untuk produk pangan, obat-obatan dan
kosmetik yang terbuat dari serangga, yaitu Cochineal yang banyak
terdapat di kawasan Amerika Selatan dan Meksiko.
Hewan ini menghasilkan Asam Carminic
sampai 17-24% dari bobot tubuhnya yang dapat diekstraksi dan dibuat
pewarna carmine untuk produk konsumsi.
Komisi Fatwa MUI sepakat menetapkan fatwa halal untuk bahan produk pewarna makanan minuman dari serangga Cochineal.
Beberapa pertimbangan yang menjadi
landasan Komisi Fatwa MUI, di antaranya:
- Serangga Cochineal yang dimaksud di sini adalah serangga yang hidup di atas kaktus yang makan pada kelembapan dan nutrisi tanaman.
- Serangga jenis ini mengandung nilai manfaat dan kebaikan bagi manusia. Tidak berbahaya dalam mengonsumsinya, dan tidak diketahui adanya racun yang membahayakan dari Cochineal.
- Darah dari Cochineal masuk dalam kategori tidak mengalir.
Ah, Subhanallah, ternyata begitu ya. Memang ada perbedaan pendapat.
Oiya, Qonitas gak usah bingung. Karena kedua pendapat diatas berdasarkan dalil dan sumber yang bisa dipertanggungjawakan. Yang berijtihadpun para Ulama dan gak main sembarang mengeluarkan pendapat mereka. Justru disitulah keindahannya, kita bisa memilih mana pendapat yang paling kita yakini. Yang penting kita punya dasar yang jelas mengapa memilih untuk membolehkan atau mengharamkan, bukan asal bilang haram atau halal aja :)
Ok, semoga postingan ini bisa jadi tambahan pengetahuan buat semuanyaa...
Ok, semoga postingan ini bisa jadi tambahan pengetahuan buat semuanyaa...
Love, Momzhak